Selasa, 03 Februari 2009

refleksi kasmamta oleh Insan Al Birru





on KASMAMTA Keluarga Alumni SMA MTA SurakartaSat,

01 Sep 2007 10:13:47 GMT



Sudah sekian tahun aku lulus dari SMA MTA Surakarta, sebuah sekolah yang telah banyak mendidikku menjadi seperti ini, seperti ini paling tidak sebuah kemajuan yang menurutku cukup siginifikan, walaupun memang sebuah kesignifikanan itu adalah sebuah pekara relatif yang semua orang bisa punya ukuran yang berbeda-beda dalam memberikan arti kemajuan itu sendiri.
Beberapa pengetahuan, mulai dari cara hidup mandiri, cara tetap survive di dalam pergolakan ruang dan waktu, berkenalan dan bergaul dengan banyak orang dan juga banyak background sosial. Maaf bukan maksudku mendiskreditkan rekan yang tidak alumni namun pengalaman ini merupakan pengalaman ku ketika hidup berasrama di SMA MTA, yang saya anggap banyak mengajarkan arti pertemanan dan kesabaran.
Tak terasa sudah sekian tahun - maaf saya tidak mau menyebutkan berapa tahun saya sudah lulus - saya lulus dari SMA MTA, dan mulai menjajaki kehidupan yang sebenarnya yakni tidak di asrama tentunya.
Dahulu, semua serba tertata, semua serba dalam tatanan, paling tidak sepemahamanku. Reka-rekan terlihat begitu rapi menata kehidupannya di asrama, paling tidak sepemahamanku, semuanya serba dalam aturan dan juga penuh tatanan dan itupun sepemahamnku juga. Namun setelah lulus dan jadi bekas alumni, apakah semua sesuai dengan yang kita lihat di SMA, apakah semua masih sama, apakah kawan-kawan kita di SMA sama dengan yang dulu kita kenal.
Jawabannya tentu sama, baik untuk alumni kita atauapun alumni yang punya seabrek dan segudang title, dan pujian. Yakni selanjutnya urusan anda, semua bebas menentukan pikiran dan juga arah kehidupannya.
Kalau dahulu anda lihat teman-teman anda patuh ngaji dan taat pada aturan. Itu dulu mas, mbak, sekarang mereka khan punya hak untuk menentukan kehidupan mereka sendiri,
kalau dahulu, berpakaian saja diatur baik untuk wanita dengan jilbab yang sesuai tuntunan, dan semua teratur dan taat, itu dulu mas mbak, sekarang mereka punya hak untuk menentukan kehidupan mereka sendiri.
Kalau dahulu yang namanya pacaran adalah sesuatu yang menjadi bisikan gatal dan panas di telinga, itu dulu mas,mbak,sekarang mereka punya hak untuk menentukan kehidupan mereka sendiri.
kalau dahulu, kawan anda adalah orang yang baik dan sekarang anda dengar dia sudah menjadi begal kenamaan, mas, mbak seperti yang saya bilang tadi mereka punya hak untuk menentukan kehidupan mereka sendiri.
Berarti apakah kita tidak punya kewajiban terhadap mereka?
tentu semua orang juga sudah tahu jawabannnya, karena ini adalah kalimat retoris yang semua juga sudah tahu jawabannya. Jelas kewajibanmu adalah tetap membimbingnya semampumu, sebisamu, semaksimalmu.
Kalau toh dengan itu mereka tetap jalan dengan kehidupan mereka dan pilihan mereka, ya sudah urusan tanggung pembonceng tentunya, kalau nanti kita ditanya khan kita sudah berusaha dengan maksimal tentunya. Kata boikot, dan seputar pemutusan hubungan dengan rekan kita yang sudah kita bimbing namun seperti yang saya bilang tadi, mereka sudah punya jalan sendiri.
Sebuah contoh simple, dan amat sangat simple, ada rekan alumni X dan Y yang konon katanya terlibat dalam hubungan mesum yakni pacaran yang tentu kita semua sudah paham bagaimana hukum dari pacaran itu. Hendak melangsungkan pernikahan, namun secara mendadak, apa yang terlintas di pikiran kita.
“Sudah hamil pasti”
“Tak usah datang sajalah, boikot”
Kalau toh berita pacaran itu benar, dan kalau memang benar benar benar, maka boleh jadi pernikahan itu adalah solusi untuk menghentikan cerita mesum mereka. Simple khan, sungguh simple. Apakah kita tetap menutup muka dan pikiran kita untuk memberikan saat pada kawan kita untuk bisa bertobat dari kekhilafan mereka, dengan tetap mengusung sikap keras diri kita.
* malah ngelantur sampe mana-mana ini *



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

slm knl q aja,okey........!